Pergeseran
preferensi masyarakat dari daging merah “red meats” kepada daging putih “white
meats” menjadikan permintaan akan daging putih mengalami kecenderung peningkatan
dari hari ke hari. Daging merah merupakan istilah yang merujuk pada daging yang
berwarna kemerahan dan berasal dari ternak besar seperti sapi, kambing, domba,
dan kuda. Sedangkan daging putih merujuk pada daging yang berwarna putih.
Daging putih berasal dari ternak kecil seperti halnya unggas, ikan, dan sebagian
reptil. Pergesaran preferensi masyarakat ini membawa “efek domino” yang sangat
luas. Salah satunya adalah peningkatan permintaan daging putih asal ikan. Peningkatan
permintaan ini terlihat dengan semakin maraknya perdagangan produk asal ikan
ini, baik dalam bentuk olahan maupun dalam bentuk ikan segar. Di pasar
tradisional, ritel modern dan bahkan perdagangan online tidak pernah sepi
pembeli. Jenis ikan yang ditawarkan pun semakin beragam, baik itu dari
perikanan budidaya maupun perikanan tangkap. Pemenuhan permintaan akan daging
asal ikan sampai saat ini sebagian besar di-supply
dari perikanan tangkap. Akan tetapi dengan semakin majunya teknologi
penangkapan ikan dan semakin maraknya illegal
fishing, kekhawatiran akan tidak terpenuhinya permintaan ikan dari sektor
perikanan tangkap pun muncul. Kekhawatiran tersebut cukup beralasan. Disaat
laju tangkap melampaui laju recruitment,
produksi akan secara otomatis akan menurun dan dampak terburuknya adalah
stagnasi industri perikanan tangkap. Disaat perikanan tangkap sudah tidak bisa
lagi memenuhi permintaan, tumpuhannya akan beralih ke perikanan budidaya.
Kenapa
perikanan budidaya?, seperti tersebut dalam Undang – undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Undang – undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, bahwa
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Didalam perikanan
budidaya, faktor pembatas produksi bisa diminimalisir sehingga target perencanaan
produksi akan lebih mudah dicapai. Tidak seperti pada perikanan tangkap yang
faktor pembatasnya tidak bisa kita kontrol sepenuhnya.Selain itu jenis, umur,
dan ukuran dari komoditas yang dingginkan lebih mudah diperoleh. Pada saat
sekarang ini perkembangan teknologi budidaya tidak sebatas budidaya perikanan
tawar saja akan tetapi sudah menyentuh pada perikanan payau bahkan perikanan
laut.
Budidaya
perikanan secara garis besar terbagi kedalam dua kegiatan besar yakni pembenihan
dan pembesaran. Seperti kita ketahui bersama bahwa kegiatan pembenihan
merupakan kunci dari keberhasilan usaha perikanan budidaya selanjutnya. Akan
tetapi sayangnya dalam kegiatan pembenihan, ada komponen yang terpenting yang
oleh sebagian besar pembudidaya/pembenih sering terlupakan yakni pengelolaan
indukan. Dalam pengelolaan indukan sebagian besar pembudidaya/pembenih masih
ala kadarnya, penggunaan indukan yang tidak jelas garis keturunannya, kebutuhan
nutrisi standar induk tidak dipenuhi, pengenalan serta rekaman karakteristik
dan produkstifitas indukan yang digunakan belum sepenuhnya dilakukan. Sehingga
masih ditemukkan kelangkaan benih disaat permintaan banyak dengan alasan tidak
ada indukkan yang siap untuk dipijahkan. Kondisi ini tentunya menjadi
kontradiksi bagi perkembangan usaha perikanan budidaya. Terkecuali bagi
indukkan yang memijah hanya pada musim – musim tertentu.

Kondisi
tidak ada induk yang siap pijah, tentunya tidak boleh terjadi dalam usaha
pembenihan. Pengelolaan Induk yang baik dan benar menjadi jawabannya.
Pengelolaan induk dimulai dari pembangunan sistem perkolaman tempat
pemeliharaan induk yang menjamin pertumbuhan gonad dapat berjalan dengan baik,
menjamin kesehatan induk yang dipelihara, dan mudah dalam hal pengawasan serta
pengelolaannya. Sistem perkolaman induk menjamin tidak terjadinya difisit energi untuk pertumbuhan
/kematangan gonad. Pemilihan induk unggul dan bermutu menjadi langkah
selanjutnya. Didalam pemilihan induk ada beberapa hal yang harus menjadi
perhatian, diantara adalah induk harus jelas asal – usulnya (dari
informasi asal usul, kita dapat
mengetahui tentang karakter dan tingkah laku induk), melakukan seleksi dengan
memenuhi kaidah genetik (meminimalisir perkawinan sedarah). Hal lain yang juga
tidak kalah penting adalah bentuk tubuh induk. Bentuk tubuh haruslah
proposional dan tidak cacat, serta kondisinya terbebas dari hama dan penyakit.
Komponen yang terpenting didalam pengelolaan induk yang sebagian besar
pembudidaya melupakannya adalah kebutuhan nutrisi bagi calon induk/induk. Calon
induk/Induk memperlukan nutrisi yang cukup untuk pembentukan dan pematangan
gonadnya. Tanpa nutrisi yang cukup, akan terjadi apa yang dinamakan “difisit
energi” pembentukan dan pematangan gonad didalam tubuh. Energi dari asupan
pakan (nutrisi yang tidak mencukupi) oleh ikan akan dimanfaatkan hanya untuk
metabolisme dasar seperti pencernaan, bergerak, dan mempertahankan diri dari
faktor eksternal lingkungan sekitar. Berdasarkan rujukkan dari berbagi
referensi, calon induk/induk paling tidak harus diberi pakan dengan kadar
protein lebih dari 40%. Setelah sistem perkolaman induk sudah mendukung kebutuhan
dasar calon induk/induk, Induk yang digunakan sudah merupakan induk unggul,dan
kebutuhan nutrisi tercukupi, sentuhan terakhir dalam pengelolaan induk adalah
perekaman data umur induk, masa reproduksi, pertama kali dipijahkan sampai usia
produktif induk yang digunakan. Pengelolaan induk yang baik dan benar merupakan
“pintu” pertama keberhasilan usaha perikanan budidaya secara luas. “GUNAKAN
INDUK BERMUTU DOKUPUN LUMINTU”. ( Arif Budi W – Pengawas Perikanan Dispeterikan
Kab Magelang).