Zakia Ulfah S.Pt. M.Eng.
Pengawas Bibit Ternak Ahli di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang
Sapi Peranakan
Ongole (PO) adalah sapi lokal yang saat ini populasinya sudah sangat jauh
berkurang. Jika kita lihat di wilayah
Kabupaten Magelang sebagian besar sapi kita sudah berwarna merah yang merupakan
hasil introduksi Sapi Simental dan Sapi Limosine melalui perkawinan buatan yang
umum disebut dengan Inseminasi Buatan (IB). Jika kita menengok ke pasar hewan
di wilayah Kabupaten Magelang maka sapi yang ada didominasi dengan ‘Sapi Mera”.
Secara fisik memang sapi Peranakan Simental maupun limosin memiliki kualitas
fisik yang lebih bagus dibandingkan dengan Sapi lokal. Peternak juga sekarang lebih suka jika
mengawinkan sapi nya dengan bibit Sapi
Simental maupun Limosine. Sebagian besar
bahkan menolak jika ternaknya dikawinkan dengan bibit Sapi PO bahkan bibit PO
yang digratiskan kepada peternak pun dering kali ditolak. Sedikit sekali peternak yang masih mau
memelihara dan bahkan sampai memuliakan ternak Sapi PO dalam usaha pembibitan
sapi miliknya. Namun demikian tak jarang ditemui juga keluhan dari para
peternak kalau “Sapi Merah” miliknya
sekarang susah untuk bunting.
Berkali-kali dikawinkan namun hasilnya nihil. Lalu
dimanakah salahnya? Ada beberapa titik
kritis dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Sapi diantaranya adalah : (1)
Ketepatan Pengamatan Birahi oleh peternak; (2) Teknik Inseminasi Buatan oleh
petugas Insemnator; dan juga (3) Handling Semen Beku yang digunakan sebagai
bibit. Ketiga factor tersebut saling
berkaitan satu sama lain. Kalaupun
ketiganya sudah dilaksanakan dengan benar kenapa masih saja terjadi kawin berulang? Ternyata pada faktor pertama yaitu Ketepatan
pengamatan birahi oleh peternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Banyak dilaporkan bahwa masa birahi “Sapi
Merah” hasil introduksi sapi dari luar negeri tersebut semakin panjang seiring
semakin tingginya persentase darah “Sapi Merah” yang dimiliki seekor induk
bibit ternak sapi. 
Normalnya Siklus
birahi sapi umumnya sepanjang 20-21 hari, rataan lama birahi pada sapi dewasa
17,8 jam dengan kisaran 2,5-28 jam, sedangkan untuk sapi dara (usia muda)
adalah 15,3 jam. Sapi potong dan sapi perah di daerah tropis memiliki rata-rata
sikulus birahi lebih pendek yakni 13-15 jam dibanding subtropis. Pada umumnya
sapi memperlihatkan gejala birahi pada malam dan pagi hari. Waktu pengamatan
birahi yang baik adalah di pagi hari, siang atau sore hari ketika sapi
beristirahat, sedangkan waktu mengawinkan yang ideal adalah saat puncak birahi,
sekitar 12 jam setelah tanda birahi awal teramati. Artinya, jika di pagi hari
teramati tanda birahi maka sapi dikawinkan pada sore hari, dan bila teramati
birahi pada sore hari maka dikawinkan besok paginya sebelum jam 12.00. Banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kebuntingan terbaik diperoleh
apabila inseminasi buatan dilakukan pada waktu pertengahan estrus hingga akhir
estrus. Jadi sapi yang menunjukkan estrus pagi hari dilakukan inseminasi buatan
pada sore hari berikutnya dan sebaliknya, sapi yang menunjukkan estrus sore
hari, dilakukan inseminasi buatan pagi hari berikutnya.
Namun sekarang
banyak dilaporkan bahwa masa birahi
sapi menjadi semakin panjang bisa sampai 2 hari sehingga jika muncul tanda
birahi pagi dan dilakukan inseminasi pada sore ternyata belum pada puncak
estrus. Banyakfaktor yang disinyalir
menjadi penyebab semakin panjangnya masa birahi. Salah satunya adalah rendahnya
kualitas pakan yang diberikan peternak pada sapi. Sapi dengan kadar darah tetua “Sapi Merah’
yang semakin banyak tentunya memerlukan kualitas pakan yang semakin baik agar
kondisinya sama dengan asal sapi di luar negeri sana. Kualitas pakan yang rendah akan mengganggu
reproduksi sapi tersebut sehingga bisa muncul kondisi masa birahi yang semakin
panjang. Peternak yang terbiasa memelihara
sapi lokal dengan kualitas pakan yang seadanya masih terus dilakukan saat sapi
yang dipelihara memiliki darah “Sapi Merah” yang semakin banyak. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya mas
birahi yang semakin banyak maka nutrisi pakan yang diberikan juga perlu diperhatikan
sehingga kebutuhan induk sapi dalam memenuhi kebutuhan reproduksinya dapat
terpenuhi.
Selain
memperbaiki kualitas pakan mungkin perlu juga kita memikirkan back cross untuk memperbaiki performa
reproduksi sapi induk kita. Back cross
atau silang balik adalah memurnikan darah sapi kita dengan mengawinkan baik
melaui Inseminasi Buatan maupun kawin alam sapi hasil persilangan tadi dengan sapi lokal kita
yaitu sapi PO sehingga persentasi darah sapi lokal kita akan menjadi semakin tinggi
atau bahkan bisa kembali 100 %.
Pemurnian ini akan memperbaiki reproduksi sapi induk kita karena sapi lokal
memiliki sifat yang sangat adaptive dengan pakan berkualitas rendah yang umum
diberikan oleh peternak kita. Penurunan
populasi sapi PO
di Kabupaten Magelang perlu
diwaspadai, dan perlu juga
dilakukan perwilayahan untuk pemurnian.
Plasma nutfah ini
sangat penting sebagai cadangan
materi genetik bila diperlukan
silang balik agar performans,
daya tahan dan produktivitas ternak
sapi kita tetap optimal mengingat kemampuan peternak dalam pemberian
pakan pada sapi masih belum optimal. Kita yakin bahwa kualitas sapi lokal kita
juga bagus jika kita mengembangkannya dengan optimal. Kalau bukan kita yang menjaga sapi lokal kita maka
siapa lagi yang akan menjaganya? (ZU)

Created At : 2020-12-31 00:00:00 Oleh : Zakia Ulfah, S.Pt. M.Eng Artikel Dibaca : 225