Back Cross solusi perbaikan reproduksi Sapi Betina kita?


Created At : 2020-12-31 00:00:00 Oleh : Zakia Ulfah, S.Pt. M.Eng Artikel Dibaca : 18154

Zakia Ulfah S.Pt. M.Eng.

Pengawas Bibit Ternak Ahli di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang

Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi lokal yang saat ini populasinya sudah sangat jauh berkurang.  Jika kita lihat di wilayah Kabupaten Magelang sebagian besar sapi kita sudah berwarna merah yang merupakan hasil introduksi Sapi Simental dan Sapi Limosine melalui perkawinan buatan yang umum disebut dengan Inseminasi Buatan (IB). Jika kita menengok ke pasar hewan di wilayah Kabupaten Magelang maka sapi yang ada didominasi dengan ‘Sapi Mera”. Secara fisik memang sapi Peranakan Simental maupun limosin memiliki kualitas fisik yang lebih bagus dibandingkan dengan Sapi lokal.  Peternak juga sekarang lebih suka jika mengawinkan sapi nya dengan bibit  Sapi Simental maupun Limosine.  Sebagian besar bahkan menolak jika ternaknya dikawinkan dengan bibit Sapi PO bahkan bibit PO yang digratiskan kepada peternak pun dering kali ditolak.  Sedikit sekali peternak yang masih mau memelihara dan bahkan sampai memuliakan ternak Sapi PO dalam usaha pembibitan sapi miliknya.   Namun demikian  tak jarang ditemui juga keluhan dari para peternak kalau “Sapi Merah”  miliknya sekarang susah untuk bunting.  Berkali-kali dikawinkan namun hasilnya nihil.   Lalu dimanakah salahnya?  Ada beberapa titik kritis dalam pelaksanaan Inseminasi Buatan pada Sapi diantaranya adalah : (1) Ketepatan Pengamatan Birahi oleh peternak; (2) Teknik Inseminasi Buatan oleh petugas Insemnator; dan juga (3) Handling Semen Beku yang digunakan sebagai bibit.  Ketiga factor tersebut saling berkaitan satu sama lain.   Kalaupun ketiganya sudah dilaksanakan dengan benar kenapa masih saja terjadi kawin berulang?  Ternyata pada faktor pertama yaitu Ketepatan pengamatan birahi oleh peternak ada beberapa hal yang harus diperhatikan.  Banyak dilaporkan bahwa masa birahi “Sapi Merah” hasil introduksi sapi dari luar negeri tersebut semakin panjang seiring semakin tingginya persentase darah “Sapi Merah” yang dimiliki seekor induk bibit ternak sapi.

Normalnya Siklus birahi sapi umumnya sepanjang 20-21 hari, rataan lama birahi pada sapi dewasa 17,8 jam dengan kisaran 2,5-28 jam, sedangkan untuk sapi dara (usia muda) adalah 15,3 jam. Sapi potong dan sapi perah di daerah tropis memiliki rata-rata sikulus birahi lebih pendek yakni 13-15 jam dibanding subtropis. Pada umumnya sapi memperlihatkan gejala birahi pada malam dan pagi hari. Waktu pengamatan birahi yang baik adalah di pagi hari, siang atau sore hari ketika sapi beristirahat, sedangkan waktu mengawinkan yang ideal adalah saat puncak birahi, sekitar 12 jam setelah tanda birahi awal teramati. Artinya, jika di pagi hari teramati tanda birahi maka sapi dikawinkan pada sore hari, dan bila teramati birahi pada sore hari maka dikawinkan besok paginya sebelum jam 12.00.  Banyak penelitian menunjukkan  bahwa angka kebuntingan terbaik diperoleh apabila inseminasi buatan dilakukan pada waktu pertengahan estrus hingga akhir estrus. Jadi sapi yang menunjukkan estrus pagi hari dilakukan inseminasi buatan pada sore hari berikutnya dan sebaliknya, sapi yang menunjukkan estrus sore hari, dilakukan inseminasi buatan pagi hari berikutnya.  

Namun sekarang banyak dilaporkan bahwa   masa birahi sapi menjadi semakin panjang bisa sampai 2 hari sehingga jika muncul tanda birahi pagi dan dilakukan inseminasi pada sore ternyata belum pada puncak estrus.  Banyakfaktor yang disinyalir menjadi penyebab semakin panjangnya masa birahi. Salah satunya adalah rendahnya kualitas pakan yang diberikan peternak pada sapi.   Sapi dengan kadar darah tetua “Sapi Merah’ yang semakin banyak tentunya memerlukan kualitas pakan yang semakin baik agar kondisinya sama dengan asal sapi di luar negeri sana.   Kualitas pakan yang rendah akan mengganggu reproduksi sapi tersebut sehingga bisa muncul kondisi masa birahi yang semakin panjang.  Peternak yang terbiasa memelihara sapi lokal dengan kualitas pakan yang seadanya masih terus dilakukan saat sapi yang dipelihara memiliki darah “Sapi Merah” yang semakin banyak.  Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya mas birahi yang semakin banyak maka nutrisi pakan yang diberikan juga perlu diperhatikan sehingga kebutuhan induk sapi dalam memenuhi kebutuhan reproduksinya dapat terpenuhi.

Selain memperbaiki kualitas pakan mungkin perlu juga kita memikirkan back cross untuk memperbaiki performa reproduksi sapi induk kita.  Back cross atau silang balik adalah memurnikan darah sapi kita dengan mengawinkan baik melaui Inseminasi Buatan maupun kawin alam sapi  hasil persilangan tadi dengan sapi lokal kita yaitu sapi PO sehingga persentasi darah sapi lokal kita akan menjadi semakin tinggi atau bahkan bisa kembali 100 %.  Pemurnian ini akan memperbaiki reproduksi sapi induk kita karena sapi lokal memiliki sifat yang sangat adaptive dengan pakan berkualitas rendah yang umum diberikan oleh peternak kita.  Penurunan populasi    sapi    PO    di   Kabupaten Magelang  perlu  diwaspadai,   dan perlu juga dilakukan perwilayahan untuk pemurnian.  Plasma  nutfah  ini  sangat penting    sebagai    cadangan    materi genetik  bila  diperlukan  silang  balik agar   performans,   daya   tahan   dan produktivitas    ternak  sapi kita tetap optimal mengingat kemampuan peternak dalam pemberian pakan pada sapi masih belum optimal. Kita yakin bahwa kualitas sapi lokal kita juga bagus jika kita mengembangkannya dengan optimal. Kalau  bukan kita yang menjaga sapi lokal kita maka siapa lagi yang akan menjaganya?    (ZU)



GALERI FOTO

Agenda

Tidak ada acara