Perikanan
budidaya pada masa mendatang akan menjadi tumpuhan masyarakat dalam hal
pemenuhan akan ikan. Hal ini didasari oleh adanya kondisi kontraproduktif di
sektor perikanan tangkap. Dengan semakin majunya teknologi penangkapan ikan, akan
semakin effektif dalam memperoleh hasil tangkapan. Disisi lain tekanan terhadap
kondisi “stock” semakin bertambah. Degradasi lingkungan yang disebabkan semakin
meningkatnya pencemaran, global warming,
dan pengembangan pemukiman serta industri, berpotensi mengganggu dan mengurangi
kesempatan sumberdaya perikanan untuk memulihkan jumlah populasinya. Selain itu
over
fishing, yakni kondisi lebih tangkap melebihi jumlah maksimum stock untuk
dapat pulih kembali secara alami (sustainable), yang tentunya juga mengakibatkan
penurunan kemampuan stock untuk pulih kembali. Kondisi laju tangkap melebihi
laju pulih /recruitmnet, lebih
mungkin terjadi dengan adanya peningkatan permintaan akan ikan.
Dan semakin
berkembangnya teknologi dibidang budidaya perikanan, semakin memperbesar
keyakinan bahwa perikanan budidaya akan menjadi yang terdepan. Di dalam Undang
– undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang – undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pembudidayaan ikan adalah kegiatan
untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah,
dan/atau mengawetkannya. Dari pengertian tentang pembudidayaan ikan tersebut
terdapat kata kunci yang dapat kita jadikan pedoman bahwa bidang perikanan
budidaya bisa menjadi garda terdepan dalam pemenuhan permintaan akan ikan
masyarakat, yakni budidaya perikanan merupakan kegiatan membiakkan dan
membesarkan ikan dalam lingkungan terkontrol.
Faktor
pembatas pengembangbiakkan ikan dalam lingkungan budidaya lebih mudah
terkontrol apabila dibandingkan dengan perikanan tangkap yang faktor
pembatasnya lebih variatif dan luas. Dalam perikanan budidaya, target produksi
yang diharap akan lebih mungkin dicapai apabila dibandingkan dengan perikanan
tangkap. Salah satu yang menjadi entry
point keberhasilan perikanan budidaya adalah pakan awal bagi benih ikan.
Terkait dengan pakan awal bagi benih ikan, pada perikanan budidaya laut maupun
payau sudah berkembang dengan baik dan sudah tidak tergantung dengan
ketersediaan di alam, tetapi tidak bagi budidaya perikanan tawar. Sampai saat
ini masih mencari formula jenis pakan yang tepat dari sisi teknis maupun
ekonomis dan lepas dari ketergantungan dengan alam.
Pilihan
yang tepat sesuai dengan persyaratan teknis dan ekonomis adalah budidaya cacing
sutra. Dengan budidaya cacing sutra, ketergantungan dengan alam bisa kita
hindari, sinkronisasi ketepatan jumlah dan waktu sesuai dengan ritme produksi
juga dapat dilakukan dengan mudah. Sehingga sudah tidak lagi ada alasan tidak
dapat berproduksi dikarenakan tidak ada cacing sutra (sebagai pakan awal
benih). Secara teknis, budidaya cacing sutra tidak membutuhkan investasi yang
mahal. Sarana produksi utama yang diperlukan hanya berupa lahan, media tumbuh,
dan pakan. Secara garis besar proses budidaya cacing sutra dimulai dari
persiapan lahan. Lahan yang digunakan dapat berupa lahan sawah, bagi yang
menggunakan sistem budidaya kolam sawah, maupun lahan pekarangan, bagi yang
memilih sistem budidaya menggunakan metoda rak. Langkah selanjutnya adalah
pembuatan media tubuh. Media yang dibutuhkan cacing sutra untuk tumbuh dan
berkembang baik adalah media organik campuran antara lumpur dan kotoran hewan
(kohe), bekatul,ampas tahu, dan probiotik. Untuk kohe yang baik digunakan
sebagai sumber bahan organik berasal dari limbah peternakan ayam petelur maupun
burung puyuh. Setelah melalui proses fermentasi, media siap ditebari benih
cacing sutra sebagai “stater”. Langkah terakhir, wadah budidaya dialiri air
dengan arus lambat. Untuk pengelolaan harian wadah budidaya dapat dialiri
limbah organik (limbah cair industri pembuatan tahu) dan secara reguler diberi
pakan berupa ampas tahu.


Gambar 1. Lahan
Budidaya Cacing Sutra Gambar 2. Cacing Sutra Siap Jual
Sebagai
illustrasi sisi ekonomi budidaya cacing sutra, dengan luas lahan sekitar 2000 m2,
setelah satu bulan pemeliharaan, cacing sutra dapat dipanen setiap hari dengan
hasil panen sebanyak 4 galon. Dengan tingkat harga sebesar Rp. 80.000,- per
galon, sehingga setiap kali panen akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp.
320.000,-. Dan kalau kita asumsikan dalam satu bulan ada 25 kali masa panen,
pendapatan yang dapat diperoleh sebesar Rp. 8.000.000,-Melihat angka – angka
tersebut diatas, budidaya cacing sutra dapat dijadikan sebagai sumber
pendapatan alternatif masyarakat. Dengan pola pikir KREATIF dan INOVATIF,
limbah disekitar kita, dapat kita rubah menjadi rupiah. Selain itu dengan
budidaya cacing sutra, paling tidak kita dapat mengurangi limbah yang
berpotensi mencemari lingkungan. (Arif Budi W – Pengawas Perikanan Dispeterikan
Kab Magelang).
Created At : 2017-11-03 00:00:00 Oleh : ARIF BUDI WIBOWO, S.Pi, M.Si Berita Terkait Tugas dan Fungsi Dibaca : 553